Saturday, February 1, 2020

Komputer Pertama, 2004

Foto komputer pertama di SMP Negeri 5 Takalar (Foto: koleksi pribadi Jidint)

SMP Negeri 5 Takalar terletak di Kec. Polongbangkeng Selatan Kab. Takalar. Sekolah ini berada di lereng bukit Bulukunyi, berhadapan dengan tempat rekreasi permadian yang telah lama tidak beroperasi. Di dekat puncak bukit terdapat Monumen Perjuangan LAPRIS. Saat itu, Desa Bulukunyi dapat dikategorikan sebagai desa tertinggal dan terpencil. Jarak tempat tinggal saya di pinggiran Selatan kota Makassar lumayan jauh, sekitar 48 km. Awalnya saya menggunakan kendaraan umum untuk berangkat ke sekolah sebab saya belum memiliki kendaraan sendiri. Mobil angkutan umum disebut “pete-pete” di Makassar dan sekitarnya. Setidaknya saya naik pete-pete tiga kali barulah bisa sampai di sekolah. Agar tidak terlambat saya harus meninggalkan rumah selambatnya pukul 06.15. Perjalanan biasanya saya tempuh selama satu sampai satu setengah jam. Itupun jika semuanya lancar, maksudnya saat pindah pete-pete untuk jalur selanjutnya tidak perlu lama menunggu karena penumpang sudah hampir penuh. Nah, kalau penumpang masih kurang maka saya tinggal pasrah saja sebab tidak mungkin pete-pete berangkat jika muatannya kurang. Hal inilah yang menjadi penyebab utama terkadang saya telat beberapa menit masuk kelas. Untunglah setahun kemudian saya membeli sebuah motor tua bekas, Hon*a C 90. Saat menggunakan sepeda motor tersebut saya lebih leluasa mengatur waktu berangkat ke sekolah. Perjalanan ke sekolah biasanya kutempuh 45 menit sebab ruas jalan yang rusak membuatku melambatkan laju motor.
Saat pertama kali bertugas di SMP Negeri 5 Takalar tahun 2001, ada rasa prihatin menyusup di sela kesyukuranku. Betapa tidak, saya datang melaporkan diri kepada Kepala Sekolah sekitar bulan September, puncak musim kemarau di sana. Di sepanjang jalan setelah lepas dari jalur poros provinsi yang terlihat hanya sawah dan kebun yang kering kerontang. Rerumputan tidak ada lagi yang berwarna hijau. Tersisa hanya semak belukar di beberapa tempat, itupun telah mulai meranggas. Hanya pepohonan tinggi dan deretan pohon kelapa yang menyisakan dedaunan berwarna hijau. Kondisi serupa juga terjadi di sekitar sekolahku. Untungnya di bagian atas bukit masih terdapat kebun jambu mete dan pisang yang lebih hijau. Beberapa pohon tinggi menjulang juga masih tersisa di sekitar bekas permandian. Kesan hutan yang rada lebat masih dapat menyejukkan mata. Rasa prihatin juga sering terbersit saat melewati rumah-rumah penduduk di tepi jalan. Kondisi rumah mereka umumnya kurang layak. Belakangan barulah kutahu bahwa banyak di antara mereka hanya petani penggarap. Sementara panen padi hanya sekali setahun ditambah dengan panen jagung atau kacang hijau juga hanya sekali.
Oleh karena hanya saya yang berlatar belakang sesuai, akhirnya saya ditugasi mengajarkan geografi untuk semua tingkatan kelas. Namun pun demikian, guru di sekolahku belum lengkap padahal sudah ada beberapa orang guru honorer. Menanggapi hal tersebut, saya menawarkan diri untuk menjadi guru keterampilan bagi kelas tiga. Saya mengajarkan siswa untuk merancang busana, menggambar pola, dan juga “menjahit”. Kebetulan menjahit menjadi salah satu hobi saya sejak duduk di SMP. Pada tahap perancangan busana saya tidak menemui kendala. Namun untuk penggambaran pola dan menjahit, barulah masalahnya terjadi, kami tidak memiliki mesin jahit dan tak sanggup membeli kain. Akhirnya, siswa kuminta untuk mencari koran bekas atau kertas kantong semen bekas. Pola rancangan kami digambar di kertas bekas tersebut. Selanjutnya pola itu langsung digunting diserupakan dengan kain. Kemudian guntingan pola tersebut kami lem sebagai pengganti jahitan mesin. Walhasil, jadilah busana kertas dengan beragam model. Sayangnya proses dan hasil kegiatan tersebut tidak sempat saya foto untuk dijadikan kenangan. Maklumlah, saat itu kamera digital dan hape berkamera belum semurah sekarang ini. Sementara kamera dengan roll film juga masih sangat mahal.
Suatu waktu, saya sempat berbincang-bincang dengan kepala sekolah, Bapak Jawani. Setelah panjang lebar berdiskusi dan saya berusaha meyakinkan beliau, maka karena dana terbatas diputuskanlah sekolah membeli komputer walaupun hanya bekas dan cuma satu unit. Jadilah saya ditugasi membeli komputer tersebut di Makassar. Saya pilih desktop “Comp*q” bekas dengan monitor CRT. Akhirnya sekolah kami memiliki komputer pertama. Komputer itu ditempatkan di ruang kecil yang sedianya untuk UKS.  
Sesuai hasil diskusi kami, saya mengajarkan pengenalan dan penggunaan komputer kepada kelas tiga saja. Hal ini dilakukan sebab mereka sudah hampir tamat, jadi diberikan prioritas. Sejak saat itu saya mengajarkan mereka menggunakan komputer. Rupanya tantangannya lumayan berat. Pertama, saya harus sangat sabar sebab semua siswaku belum pernah melihat apalagi menggunakan komputer. Jadi mereka sangat kaku bercampur takut untuk berbuat meskipun – tentu saja – telah saya berikan contoh. Kedua, siswa juga harus bersabar mengantri sebab setidaknya mereka berjumlah 25-30 orang dalam satu kelas. Oleh sebab itu, saya mengajarkan mereka secara antri pula, bergantian. Materi ajar yang kuberikan pun hanya sedit demi sedikit sehingga untuk satu kali pertemuan mereka semua mendapat giliran praktik langsung. Ketiga, saya juga harus menyediakan waktu untuk berbagi dengan beberapa guru sejawatku. Di samping itu, saya juga merangkap menjadi juru ketik untuk sejumlah laporan kegiatan sekolah. Pasalnya, belum ada satupun dari rekanku yang mampu menggunakan komputer.
Alhamdulillah, sebelum saya meninggalkan SMP Negeri 5 Takalar tahun 2006 karena dipindahtugaskan, sekolah itu telah memiliki tiga komputer bekas untuk pembelajaran siswa. Selain itu, kepala sekolah juga telah membeli unit komputer baru untuk digunakan di ruangannya. Satu unit komputer bekas ditempatkan di ruang wakil kepala sekolah. Dan yang berkesan, beberapa rekanku sudah mampu menggunakan komputer.


Selanjutnya saya bertugas di SMP Negeri 3 Belopa Kab. Luwu. Sekolah itu terletak di pinggir Selatan kota Belopa, hanya berjarak kurang dari dua kilometer dari kantor Bupati Luwu. Seperti halnya di Takalar saya pun mengusulkan kepada kepala sekolah, Pak Irhamuddin untuk mengajarkan komputer kepada siswa. Alhasil, awalnya kami diberikan sebuah laptop dan sebuah komputer desktop. Kami menggunakan ruang kelas yang masih kosong untuk dijadikan laboratorium komputer. Oleh karena jumlah komputer juga terbatas, maka siswa pun bergiliran menggunakan komputer. Selain mengajarkan penggunaan komputer, saya memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mengajarkan geografi. Saya membuat animasi berbasis PowerPoint sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk materi-materi tertentu. Sayangnya saya hanya satu tahun di sekolah ini karena dipindahtugaskan ke SMA Negeri 01 Unggulan Kamanre.





Foto-foto penggunaan komputer di SMP Negeri 3 Belopa, Kab. Luwu (Foto: koleksi pribadi Jidint, sudah menggunakan hape kamera Pantech dng 2MB, hadiah lomba menulis tk nasional 2006)

1 comment:

Unknown said...

Did you realize there's a 12 word phrase you can communicate to your partner... that will induce intense emotions of love and impulsive appeal for you deep inside his heart?

Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, please and protect you with all his heart...

12 Words Who Fuel A Man's Desire Instinct

This impulse is so hardwired into a man's brain that it will drive him to try harder than before to to be the best lover he can be.

Matter-of-fact, triggering this mighty impulse is absolutely important to having the best ever relationship with your man that once you send your man one of the "Secret Signals"...

...You'll immediately notice him open his heart and mind to you in such a way he haven't experienced before and he'll perceive you as the one and only woman in the universe who has ever truly tempted him.