Foto komputer pertama di SMP Negeri 5 Takalar (Foto: koleksi pribadi Jidint)
SMP Negeri 5 Takalar terletak di Kec. Polongbangkeng Selatan Kab.
Takalar. Sekolah ini berada di lereng bukit Bulukunyi, berhadapan dengan tempat
rekreasi permadian yang telah lama tidak beroperasi. Di dekat puncak bukit
terdapat Monumen Perjuangan LAPRIS. Saat itu, Desa Bulukunyi dapat
dikategorikan sebagai desa tertinggal dan terpencil. Jarak tempat tinggal saya
di pinggiran Selatan kota Makassar lumayan jauh, sekitar 48 km. Awalnya saya
menggunakan kendaraan umum untuk berangkat ke sekolah sebab saya belum memiliki
kendaraan sendiri. Mobil angkutan umum disebut “pete-pete” di Makassar dan
sekitarnya. Setidaknya saya naik pete-pete tiga kali barulah bisa sampai di
sekolah. Agar tidak terlambat saya harus meninggalkan rumah selambatnya pukul
06.15. Perjalanan biasanya saya tempuh selama satu sampai satu setengah jam.
Itupun jika semuanya lancar, maksudnya saat pindah pete-pete untuk jalur
selanjutnya tidak perlu lama menunggu karena penumpang sudah hampir penuh. Nah,
kalau penumpang masih kurang maka saya tinggal pasrah saja sebab tidak mungkin
pete-pete berangkat jika muatannya kurang. Hal inilah yang menjadi penyebab
utama terkadang saya telat beberapa menit masuk kelas. Untunglah setahun
kemudian saya membeli sebuah motor tua bekas, Hon*a C 90. Saat menggunakan
sepeda motor tersebut saya lebih leluasa mengatur waktu berangkat ke sekolah.
Perjalanan ke sekolah biasanya kutempuh 45 menit sebab ruas jalan yang rusak
membuatku melambatkan laju motor.
Saat pertama kali bertugas di SMP Negeri 5 Takalar tahun 2001, ada
rasa prihatin menyusup di sela kesyukuranku. Betapa tidak, saya datang
melaporkan diri kepada Kepala Sekolah sekitar bulan September, puncak musim
kemarau di sana. Di sepanjang jalan setelah lepas dari jalur poros provinsi
yang terlihat hanya sawah dan kebun yang kering kerontang. Rerumputan tidak ada
lagi yang berwarna hijau. Tersisa hanya semak belukar di beberapa tempat,
itupun telah mulai meranggas. Hanya pepohonan tinggi dan deretan pohon kelapa
yang menyisakan dedaunan berwarna hijau. Kondisi serupa juga terjadi di
sekitar sekolahku. Untungnya di bagian atas bukit masih terdapat kebun jambu
mete dan pisang yang lebih hijau. Beberapa pohon tinggi menjulang juga masih
tersisa di sekitar bekas permandian. Kesan hutan yang rada lebat masih dapat
menyejukkan mata. Rasa prihatin juga sering terbersit saat melewati rumah-rumah
penduduk di tepi jalan. Kondisi rumah mereka umumnya kurang layak. Belakangan
barulah kutahu bahwa banyak di antara mereka hanya petani penggarap. Sementara
panen padi hanya sekali setahun ditambah dengan panen jagung atau kacang hijau
juga hanya sekali.
Oleh karena hanya saya yang berlatar belakang sesuai, akhirnya
saya ditugasi mengajarkan geografi untuk semua tingkatan kelas. Namun pun
demikian, guru di sekolahku belum lengkap padahal sudah ada beberapa orang guru
honorer. Menanggapi hal tersebut, saya menawarkan diri untuk menjadi guru
keterampilan bagi kelas tiga. Saya mengajarkan siswa untuk merancang busana,
menggambar pola, dan juga “menjahit”. Kebetulan menjahit menjadi salah satu
hobi saya sejak duduk di SMP. Pada tahap perancangan busana saya tidak menemui
kendala. Namun untuk penggambaran pola dan menjahit, barulah masalahnya
terjadi, kami tidak memiliki mesin jahit dan tak sanggup membeli kain.
Akhirnya, siswa kuminta untuk mencari koran bekas atau kertas kantong semen
bekas. Pola rancangan kami digambar di kertas bekas tersebut. Selanjutnya pola
itu langsung digunting diserupakan dengan kain. Kemudian guntingan pola
tersebut kami lem sebagai pengganti jahitan mesin. Walhasil, jadilah busana
kertas dengan beragam model. Sayangnya proses dan hasil kegiatan tersebut tidak
sempat saya foto untuk dijadikan kenangan. Maklumlah, saat itu kamera digital
dan hape berkamera belum semurah sekarang ini. Sementara kamera dengan roll
film juga masih sangat mahal.
Suatu waktu, saya sempat berbincang-bincang dengan kepala sekolah,
Bapak Jawani. Setelah panjang lebar berdiskusi dan saya berusaha meyakinkan
beliau, maka karena dana terbatas diputuskanlah sekolah membeli komputer
walaupun hanya bekas dan cuma satu unit. Jadilah saya ditugasi membeli komputer
tersebut di Makassar. Saya pilih desktop “Comp*q” bekas dengan monitor CRT.
Akhirnya sekolah kami memiliki komputer pertama. Komputer itu ditempatkan di
ruang kecil yang sedianya untuk UKS.
Sesuai hasil diskusi kami, saya mengajarkan pengenalan dan
penggunaan komputer kepada kelas tiga saja. Hal ini dilakukan sebab mereka
sudah hampir tamat, jadi diberikan prioritas. Sejak saat itu saya mengajarkan
mereka menggunakan komputer. Rupanya tantangannya lumayan berat. Pertama, saya
harus sangat sabar sebab semua siswaku belum pernah melihat apalagi menggunakan
komputer. Jadi mereka sangat kaku bercampur takut untuk berbuat meskipun – tentu
saja – telah saya berikan contoh. Kedua, siswa juga harus bersabar mengantri
sebab setidaknya mereka berjumlah 25-30 orang dalam satu kelas. Oleh sebab itu,
saya mengajarkan mereka secara antri pula, bergantian. Materi ajar yang
kuberikan pun hanya sedit demi sedikit sehingga untuk satu kali pertemuan
mereka semua mendapat giliran praktik langsung. Ketiga, saya juga harus
menyediakan waktu untuk berbagi dengan beberapa guru sejawatku. Di samping itu,
saya juga merangkap menjadi juru ketik untuk sejumlah laporan kegiatan sekolah.
Pasalnya, belum ada satupun dari rekanku yang mampu menggunakan komputer.
Alhamdulillah, sebelum saya meninggalkan SMP Negeri 5 Takalar
tahun 2006 karena dipindahtugaskan, sekolah itu telah memiliki tiga komputer
bekas untuk pembelajaran siswa. Selain itu, kepala sekolah juga telah membeli
unit komputer baru untuk digunakan di ruangannya. Satu unit komputer bekas
ditempatkan di ruang wakil kepala sekolah. Dan yang berkesan, beberapa rekanku
sudah mampu menggunakan komputer.
Selanjutnya saya bertugas di SMP Negeri 3 Belopa Kab. Luwu.
Sekolah itu terletak di pinggir Selatan kota Belopa, hanya berjarak kurang dari
dua kilometer dari kantor Bupati Luwu. Seperti halnya di Takalar saya pun
mengusulkan kepada kepala sekolah, Pak Irhamuddin untuk mengajarkan komputer
kepada siswa. Alhasil, awalnya kami diberikan sebuah laptop dan sebuah komputer
desktop. Kami menggunakan ruang kelas yang masih kosong untuk dijadikan
laboratorium komputer. Oleh karena jumlah komputer juga terbatas, maka siswa
pun bergiliran menggunakan komputer. Selain mengajarkan penggunaan komputer,
saya memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mengajarkan geografi. Saya membuat
animasi berbasis PowerPoint sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk
materi-materi tertentu. Sayangnya saya hanya satu tahun di sekolah ini karena
dipindahtugaskan ke SMA Negeri 01 Unggulan Kamanre.
Foto-foto penggunaan komputer di SMP Negeri 3 Belopa, Kab. Luwu (Foto: koleksi pribadi Jidint, sudah menggunakan hape kamera Pantech dng 2MB, hadiah lomba menulis tk nasional 2006)
1 comment:
Did you realize there's a 12 word phrase you can communicate to your partner... that will induce intense emotions of love and impulsive appeal for you deep inside his heart?
Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, please and protect you with all his heart...
12 Words Who Fuel A Man's Desire Instinct
This impulse is so hardwired into a man's brain that it will drive him to try harder than before to to be the best lover he can be.
Matter-of-fact, triggering this mighty impulse is absolutely important to having the best ever relationship with your man that once you send your man one of the "Secret Signals"...
...You'll immediately notice him open his heart and mind to you in such a way he haven't experienced before and he'll perceive you as the one and only woman in the universe who has ever truly tempted him.
Post a Comment