Sunday, February 22, 2009

Alam adalah karuniaNya, cintailah

Di lereng Pegunungan Latimojong, kurasakan kesejukan percik air yang mengalir deras tiada henti di sela bebatuan. Hijau dedaunan menambah asri suasana. Halimun tipis menyapu pucuk puncak pohon hutan alami.
Aku meraup air dengan kedua telapakku. Segar wajahku terbasuh. Kuseruput air di ujung jemariku, tiada rasa puas. Dahaga kulepas dengan beberapa teguk lagi.

Akankah keindahan ini dapat kunikmati ribuan tahun lagi? Melalui mata, jemari, dan lidah anak cucu kita kelak? Semoga.

Berkarya tiada henti dengan rasio

Manusia dikaruniai kesempurnaan fisik dan daya pikir melebihi makhluk lainnya di bumi ini. Kemampuan tersebut memungkinkan budaya manusia berkembang dari waktu ke waktu. Adalah karya yang tiada henti yang membuat manusia dapat memperbaiki kualitas hidupnya, merupakan keniscayaan yang ideal. Namun manusia juga diberi banyak kekurangan, terutama sifatnya yang labil oleh perubahan cita, rasa, dan jiwa. Kondisi mental manusia dapat menjadi bencana bagi dirinya, terlebih bila rasionya telah terkalahkan.
Apakah karya tiada henti kita akan diwarnai oleh kelabilan mental yang nyata-nyata sangat mudah memengaruhi tindakan rasional kita? Akankah sisi kehidupan kemanuasiaan kita akan kita hancurkan sendiri akibat pendewaan terhadap mental yang rusak?
Para koruptor, penjahat perang, penjahat kelas teri hingga kelas kakap, para anggota dewan yang mangkir dari sidang, para demonstran yang anarkis, dan lain-lain lebih banyak lagi, adalah gambaran nyata mental labil yang terkalahkan oleh rasio.
Kelabilan mental yang berdampak negatif pada dasarnya dapat diobati manakala rasio masih tersisa dalam otak dan ada kemauan kita untuk memanfaatkannya.
Mari merenung mencari titik kekuatan rasio sambil menelusuri lubuk hati yang bersih bening dan tersirami iman oleh Allah Swt.